MENGULIK MANFAAT PENGGUNAAN GANJA DALAM DUNIA MEDIS






Penggunaan ganja atau cannabis sativa memang terbilang cukup kontroversial karena dianggap illegal dan termasuk obat-obatan terlarang. Cannabis merupakan sejenis tumbuhan yang biasanya dibuat sebagai rokok terlarang atau rokok mariyuana. Namun pandangan lain menyebutkan kalau penggunaan cannabis memiliki banyak manfaat salah satunya yaitu dapat digunakan untuk pengobatan beberapa penyakit. Mengenai manfaat cannabis, legalitas penggunaan ganja sebagai medis masih dilanggar dan efek samping dari penggunaan bahan tersebut juga masih diperdebatkan.
Sebenarnya, kebutuhan ganja sebagai pengobatan medis sudah ada sejak abad lalu. Beberapa peneliti menemukan komponen zat aktif yang terkandung dalam ganja, kandungan zat tersebut kemungkinan dapat membantu pengobatan. Komponen zat aktif yang dimaksud adalah senyawa kimia yang disebut cannabinoids.

Sebelum lanjut pembahasan, penting untuk mengetahui “apa manfaat dari zat cannabinoids?”. Zat cannabinoids dipercaya dapat membantu menyembuhkan dan mengurangi gejala penyakit tertentu, seperti radang usus (inflammatory bowel disease/IBD), kanker, bahkan dapat meningkatkan nafsu makan pada penderita HIV/AIDS, hepatitis C, gangguan stres, pascatrauma, glaukoma, epilepsi, dan beberapa penyakit lainnya.

Selain cannabinoids, terdapat zat aktif bermanfaat lainnya seperti THC (Delta-9 tetrahydrocannabinol) yang merupakan senyawa paling aktif dalam psikologis ganja. Zat ini memiliki efek menghilangkan rasa sakit, sifat anti-spasmodik atau bisa menghilangkan kejang-kejang, anti-getaran, anti-inflamasi atau bisa mencegah pembengkakan, perangsang nafsu makan dan anti muntah. THC telah diketahui untuk mengurangi pertumbuhan tumor dan mengurangi perkembangan aterosklerosis (penyempitan pembuluh darah yang disebabkan oleh kelebihan lemak di dinding arteri) pada tikus.

Zat lainnya yang terkandung dalam ganja adalah (E)–BCP (Beta-caryophyllene). Zat ini diyakini dapat digunakan sebagai pengobatan yang efektif untuk nyeri, arthritis (peradangan sendi), sirosis (peradangan dan fungsi buruk pada hati), mual, osteoarthritis (penyakit sendi), aterosklerosis (kondisi di mana dinding arteri menebal sebagai akibat dari kelebihan lemak seperti kolesterol), dan penyakit lainnya.

Tidak berhenti membahas zat bermanfaat milik ganja, terkandung zat lainnya yaitu Cannabichromene (CBC) yang dapat membantu menciptakan sifat penyembuhan pada ganja dengan mendorong efek dari THC. Lalu ada Cannabidiol (CBD) sebagai komponen non-psikoaktif ganja, kehadiran CBD dalam ganja dapat menekan efek euforia dari THC.






“(Ganja) untuk mengobati beberapa penyakit seperti penyakit pencernaan memang bisa, namun untuk kasus lain seperti kanker, ganja digunakan hanya untuk mengurangi gejalanya. Tapi masih banyak obat lain yang bisa digunakan, jadi bukan obat pilihan utama,” kata dokter Albert.

Beberapa dokter yang mengetahui manfaat dari ganja atau cannabissativa untuk media juga mengatakan kalau bahan tersebut dijadikan obat alternatif karena masih banyak obat-obat lainnya.

Dilansir dari lgn.or.id, manfaat lainnya menurut Yudianto dari Indonesia Green Activist yaitu dengan menjelaskan relasi zat pada ganja dengan sistem endocannabinoid kompleks yang dapat meningkatkan nafsu makan dan melindungi otak, berguna untuk mengobati kecanduan (alkohol misalnya), beserta banyak lagi manfaat lainnya.

Meski penelitian soal manfaat ganja untuk medis terhitung belum begitu banyak, namun pada beberapa studi kasus kecil, penggunaan ganja pada pasien kanker dikabarkan bisa mengurangi mual dan pusing usai menjalani kemoterapi. Para penderita kanker biasanya ‘menikmati’ pengobatan ganja melalui makanan seperti kue. Tetap, pemakaian ganja dalam makanan itu harus menggunakan izin tertentu.

Dilansir webmd.com, pada kondisi pasien yang berbeda, penggunaan ganja bisa membuat perubahan mood seperti mendadak ceria, santai, mengantuk, atau justru jadi cemas. Efek samping ini bisa bertahan 1 hingga 3 jam.

Maka dari itu, sangat sulit memprediksi efek dari penggunaan ganja medis pada pasien karena tanaman tersebut memiliki banyak senyawa aktif. Jadi, efek dapat dirasakan berbeda-beda berdasarkan waktu pemakaian ganja dan dosis yang digunakan. Dampak-dampak negatif tersebut terjadi bisa juga disebabkan karena senyawa lainnya yang terkandung dalam ganja.

Meskipun penggunaan ganja sebagai medis sudah mulai banyak dilegalkan di beberapa negara seperti Israel, Inggris, Kanada, Cina, dan Uruguay. Namun di Indonesia ganja masih termasuk jenis narkotika kelas 1 yang tentunya dilarang penggunaannya dalam jenis apapun.





Pada penelitian jurnal berjudul Medical Use of Cannabis Products tahun 2016 oleh Jacob Ablin, menggungkapkan kalau pada tahun 2014 di Jerman sempat menggunakan ganja sebagai medis namun disetujui hanya untuk 109 pasien. Narkoba Asosiasi Medis Jerman (Arzneimittelkomission der Deutschen Ärzteschaft) saat ini tidak merekomendasikan penggunaan ganja medis karena konsentrasi kanabinoid dapat sangat bervariasi dan kontaminasi, misalnya, pestisida dapat membahayakan pasien. Menurut perwakilan obat federal Marlene Mortler dan menteri kesehatan federal Hermann Gröhe hambatan untuk penggunaan medis ganja sebagai obat harus dikurangi.
Sementara itu, pada tahun 2001, Pemerintah Kanada mengadopsi Marihuana Medical Access Regulations (MMAR) yang mengakui ganja herbal sebagai pilihan pengobatan untuk pasien yang menderita berbagai kondisi medis, ketika praktisi medis menyatakan bahwa “pengobatan konvensional telah dicoba atau dipertimbangkan, dan terbukti tidak efektif atau tidak layak secara medis”.
Namun, Pada tanggal 31 Maret 2014, Pemerintah Kanada mencabut MMAR tahun 2001 dan mengganti peraturan ini dengan “Marihuana for Medical Purposes Regulations” (MMPR). Sehingga Efeknya sejak 1 April 2014, ganja tersedia secara hukum sebagai terapi terapi untuk pasien.
Nah, walaupun ganja atau cannabis sativa memiliki banyak persepsi dalam penggunaannya sebagai pengobatan. Namun sudah saatnya penggunaan ganja sebagai medis dibahas serius.



Sumber :
Ablin, J. (2016). Medical use of cannabis products. in Der Schmerz
Artikel diakses pada tanggal 23 Mei 2019:
 


Comments

Popular posts from this blog

Belajar Struktur Biologi Badan Manusia Melalui Anime “Hataraku Saibou”